Detail Repositori

Abstrak
Kautilya Arthasastra menjadi menarik tidak saja dibincangkan tetapi juga dipraktikkan; tidak saja menjadi teori tetapi juga praktis. Dan biasanya, politik menjadi makin menarik, jika berkelindan dengan momentum politik, seperti di Indonesia dengan pilpres, pileg, pilkada, dan kini bahkan pada pemilihan kepala dusun di kampung-kampung. Fakta ini menjadi lumrah manakala terdapat kontestasi yang berkenaan dengan emosi keagamaan dan afiliasi politik. Mempraktikkan kembali Arthasastra sama persis seperti Kautilya melakukannya seperti pada masa Candragupta, tentu saja agak muskil, karena pertama, teks kitab ini relatif tua, malah sangat tua jika mengandaikannya masa kini sama dengan masa ketika Kautilya menuliskannya. Ada lompatan yang terlalu jauh, sekaligus naif jika apa yang dipikirkan secara ideal dan kompleks dalam Arthasastra dapat diimitasi secara sederhana. Karena itu, konteks menjadi sangat penting untuk menangkap apa yang diinginkan Kautilya. Kedua, dan sudah diterangkan di atas, Arthasastra untuk masa kini terlalu ideal, kalau tidak menyebutnya utopis, serta mengandung konsep yang terlalu kompleks untuk ukuran jaman post-modern yang meminta sebaliknya: sederhana, mudah, cepat, dan murah. Tepatnya menuntut semacam spesialisasi. Ketiga, cara paling mudahnya adalah menjadikan Arthasastra sebagai self reminder yang dimulai dari diri sendiri, karena saat ini manusia juga berada dalam jebakan kesendirian. Agak sulit memaksakan sebuah ajaran, seideal apapun itu untuk dilakukan secara massif. Harapan ini bisa sama seperti konsep Ahimsa yang bukan saja berhasil merasuki alam pikir orang India secara kolektif, tetapi juga sukses dimodifikasi menjadi sebuah gerakan oleh Mahatma Gandhi. Sekali lagi, ajaran Arthasastra bisa dimulai dari diri sendiri, lalu menular pada kelompok yang lebih besar.

Keywords

Jenis Repostori
Buku
Nama Jurnal

ISSN
Tanggal Terbit
26 April 2020

Volume
ISSUE

File Repository
Download File Repository