Detail Repositori

Abstrak
Pulau Seram adalah Nusa Ina atau pulau ibu di kepulauan Maluku dan sekitarnya. Selain sebagai pulau terbesar, pulau ini disebut Nusa Ina karena menjadi tempat semua suku bersatu dan tinggal bersama. Salah satu suku asli yang mendiami pulau tersebut adalah suku Nuaulu. Suku Nuaulu dan suku asli lainnya telah menjadikan Pulau Seram sebagai sumber kehidupan, sejarah, dan peradaban yang sesungguhnya bagi orang Maluku. Tak hanya memiliki kekayaan alam berupa hasil kebun dan hutan yang melimpah, Pulau Seram juga menyimpan berbagai kekayaan arkeologis, tradisi leluhur, adat istiadat, pranata sosial-budaya, dan sistem religi. Ritus dan mitos, yang bahkan beberapa di antaranya tidak terjelaskan, masih tetap hidup dan dijalankan. Yang menarik, sejak ratusan tahun silam sebagian besar orang Nuaulu di Pulau Seram menganut agama Hindu. Sebagian besar dari mereka mendiami enam dusun di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. Tak sulit menemukan penganut Hindu di sana. Para lelaki Hindu dewasa biasanya mengikat kepala dengan karinunu atau kaeng berang yang mereka sebut udeng merah. Melalui udeng merah ini mereka menegosiasikan simbol identitasnya di ruang publik. Mereka juga berhasil mengikis stereotype sebagai suku tidak beragama, kuno, primitif, dan stigma lainnya. Keberadaan umat Hindu Suku Nuaulu —selanjutnya dalam buku ini disebut Hindu Nuaulu—sangat dipengaruhi oleh kepatuhan mereka menjalankan tradisi leluhur yang diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi. Dalam kosmologinya, mereka meyakini leluhur atau sebagai entitas yang terus hidup di dunia dan memperantarai manusia dengan Upu Anahatana atau Tuhan sebagai sumber kehidupan dan pencipta segalanya. Mereka begitu hormat pada alam. Mereka percaya ada penguasa yang bersemayam pada tanah, air, udara, dan pepohonan. Untuk menjaga kesakralan, semua ritus dan perlengkapannya harus diambil dari alam. Oleh karena itu, keterampilan berburu di hutan tidak pernah ditinggalkan. Keterampilan itu diajarkan pada anak-anak Nuaulu sejak kecil meskipun zaman terus berubah lebih maju. Daya hidup tradisi Hindu Nuaulu sepenuhnya diisi ritus yang suci, magis, dan sakral. Para pemimpin soa (marga), pemangku adat, dan mereka yang dipandang memiliki kemampuan istimewa secara gaib adalah legitimator moral dari setiap ritus yang mereka laksanakan. Aktivitas religi diejawantahkan dalam ritus yang dilaksanakan untuk menandai setiap siklus kehidupan, dari kehamilan hingga kematian. Pewarisan nilai seperti ini dapat berjalan dari generasi ke generasi karena pranata sosial-budaya mengikat kokoh norma dan aturan adat lainnya. Selain itu, solidaritas sosial dan kolektivitas menjadi kapital untuk merawat kehinduan mereka sampai saat ini. Umat Hindu Nuaulu, khususnya anak-anak muda, mulai menyadari untuk bangkit. Kesadaran tumbuh, salah satunya, melalui pendidikan yang mereka kenyam di Pulau Seram maupun di luar pulau, seperti Jakarta. Meskipun begitu, kehidupan keagamaan Hindu Nuaulu tidak selalu berjalan lapang. Mereka masih menerima pandangan miring. Di samping pengetahuan dan pemahaman tentang Hindu masih terbatas, sarana dan prasarana untuk menjalankan ibadat belum memadai, serta tidak adanya tenaga pendidik atau penyuluh agama. Harapannya, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama dapat hadir untuk membina, melayani, dan menguatkan sraddha (iman, keyakinan) dengan jangkauan lebih luas dan volume yang lebih besar. Mereka bukan saja harus mampu hidup berdampingan dengan umat lainnya, tetapi juga secara internal dapat hidup setara dengan umat Hindu lainnya di Indonesia. Keberbedaan mereka adalah bagian terindah dari pelangi Hindu di Nusantara. Penghormatan dan penghargaan terhadap setiap entitas seperti Hindu Nuaulu adalah jalan mulia yang selaras dengan kehadiran Hindu sejak awal masehi ke Indonesia. Keindahan pelangi Hindu Nuaulu kami kemas dalam buku ini sebagai hasil penelitian. Dukungan dan doa banyak kami terima sepanjang penelitian dan penggarapan buku. Kami haturkan terimakasih kepada Rektor, Ketua dan Koordinator Pusat Penelitian dan Penerbitan, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Ucapan yang sama kami persembahkan kepada Prof. Dr. A.A. Ngr. Anom Kumbara, MS., Guru Besar Epistemologi Antropologi, Universitas Udayana, yang berkenan memberikan Pengantar. Hatur Nuhun kepada Yenti Aprianti, yang biasa kami panggil Neng Yenti karena suntingannya membuat buku ini menjadi lebih “ringan” tinimbang membaca hasil penelitiannya sendiri. Secara khusus, kami juga mengucapkan terima kasih kepada Esin Peirissa yang selama penelitian dengan setia menjadi gatekeeper. Rasa terima kasih ini juga kami tujukan untuk informan kunci lainnya, yaitu Sukardi Rianto (Pembimbing Masyarakat Hindu pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Maluku), Sahune Matoke atau Raja Matoke (Pemimpin Negeri Nua Nea), Zulkifli Kamama (Kepala Dusun Simalouw), Sakamahu Hury (Kepala Dusun Bonara), Marwai Leipary (Kepala Dusun Latan), Kaisa Leipary (Kepala Dusun Runnusa), dan Hitinesi Nahatue, seorang mahasiswa FISIP Universitas Pattimura yang sedang menapak jalan panjang ingin menjadi pemimpin Hindu di Amahai.

Keywords

Jenis Repostori
Buku
Nama Jurnal

ISSN
978 - 623 - 5452 - 05 - 0
Tanggal Terbit
19 April 2023

Volume
ISSUE

File Repository
Download File Repository