Detail Repositori

Abstrak
Simpulan penelitian ini adalah pertama, pemberdayaan tempat ibadat umat Hindu di Bali, khususnya di Denpasar sangat berkaitan erat dengan klasifikasi pura berdasarkan ikatan keluarga dari keluarga batih (inti) hingga kumpulan keluarga besar, berdasarkan kesamaan profesi, berdasarkan wilayah teritorial dan berdasarkan kesamaan manusia secara universal. Masing-masing klasifikasi pura tersebut memiliki pengempon atau komunitas di pura bersangkutan, sehingga pemberdayaan tempat ibadat sangat tergantung pula dari program dan kegiatan yang mereka (baca: pengempon), baik yang rutin maupun kegiatan-kegiatan insidental untuk komunitas internalnya. Kedua, modal sosial yang dimiliki sebuah pura untuk memberdayakan pengemponnya akan secara konkrit, dirasakan, dinikmati dan tepat sasaran untuk para pengemponnya, baik untuk memenuhi kebutuhan ekonomi melalui koperasi, LPD, pasar, dll; kebutuhan seni-budaya melalui sekeha atau kelompok-kelompok sosial yang memberikan kesempatan kepada umat untuk mengekspresikan seni dan budayanya; kebutuhan rohani melalui aktivitas keagamaan. Berdasarkan simpulan ini, apa yang dimaksud dengan total management quality telah secara nyata dan langsung dilakukan oleh para pengempon secara mandiri dan otonom meskipun berada dalam atap yang sama, yakni manajemen pemerintahan baik melalui desa pakraman maupun desa dinas. Artinya Pengempon Pura Kawitan, Pura Swagina, Pura Kahyangan Tiga dan Pura Kahyangan Jagat tetap berada dalam satu wilayah. Sinergi ini menghasilkan kemampuan untuk membagi kekuatan kepada para leader dari masing-masing komunitas (pengempon). Sebagai contoh, pemberdayaan Pura Kawitan akan diserahkan kepada kelihan maksan atau pemaksan; pura swagina, seperti subak diserahkan kelihan subak; Pura Kahyangan Tiga diserahkan kepada Jero Bendesa dan Pura Kahyangan Jagat oleh Pemda, Kementerian Agama dan majelis umat Hindu. Selain itu, dengan berdasarkan awig-awig yang dibuat di masing-masing pura, akuntabilitas dari pemberdayaan umat dan pengelolaan bantuan misalnya, dapat dilakukan secara transparan karena legitimasi agama berupa awig-awig menjadi pengikat moral kepercayaan umat. Melalui awig-awig pula, para pengempon dan pengurus pengempon serta para leadernya (kelihan dan bendesa) akan diikat secara spiritual dan niskala melalui konsep karmaphala yang tidak bisa dilanggar.

Keywords

Jenis Repostori
Penelitian
Nama Jurnal

ISSN
Tanggal Terbit
07 April 2017

Volume
ISSUE

File Repository
Download File Repository